Meninggalkan istri saat safar karena darurat
Tanya:
Bismillah, ada titipan pertanyaan:
Ustadz ana mau tanya, bagaimana hukumnya tatkala safar bersama keluarga (anak-anak dan istri) qodarulloh di pertengahan jalan ban motornya kempes, di tempat itu sepi sekali dan jauh dari perkampungan penduduk dan kondisinya matahari lagi terik. Tidak berapa lama lewat ikhwan dengan mengendarai mobil kemudian berhenti dan menawarkan anak-anak dan istri ikhwan yang bermotor tadi untuk numpang di mobilnya. Dan ikhwan (suami) bermotor mengijinkan anak dan istri naik mobil sampai di tempat tujuan, dengan alasan darurat. Yang ana tanyakan bagaimana hukum seorang istri yang naik mobil bersama laki-laki bukan mahromnya. Juga bagaimana hukumnya suami yang mengijinkan istrinya ikut mobil bersama ikhwan dengan alasan darurat. Jazakumullohu khoiron katsiro dan semoga Alloh selalu menambah ilmu kepada antum (amin).
Abu Muhammad Samarinda.
Jawab:
Wa anta jazakumullahu khoir.
Asalnya seorang wanita tidak diperbolehkan melakukan perjalanan safar tanpa mahram, baik dekat maupun jauh. Demikian pula yang kedua, seorang wanita tidak diperbolehkan berkhalwat, bersepi-sepian dengan seorang lelaki yang bukan mahram.
“Tidaklah seorang laki-laki berkhalwat dengan wanita kecuali pihak ketiganya adalah syaitan” (HR At Tirmidzi, 3/474; lihat Misykatul mashabih: 3188)
Maka ini asal hukumnya, tidak diperbolehkan. Namun dengan kondisi yang disebutkan, dimana dia tidak mampu melanjutkan perjalanannya, sementara dia membawa anak dan istri. Yang apabila istri dan anak tersebut dikhawatirkan akan mendapatkan kemudharatan dengan panas matahari yang menyengat dan tidak ada tempat perlindungan, misalnya. Dan sudah tidak ada cara yang lain, tidak ada solusin yang lain.
Adapun jika ada solusi yang lain, maka solusi tersebut ditempuh. Misalnya, kalau di dekat tersbut ada mungkin rumah, bisa singgah sebentar. Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala memberikan hidayah kepada pemilik rumah tersebut. Dan mau menjamu, meskipun sekedar mendapatkan tempat beristirahat, sekedar minum dan yang semisalnya.
Namun yang menjadi pembahasan kita, kalau sudah tidak ada lagi. Sementara dikhawatirkan akan memudharatkan istrinya demikian pula anaknya. Kalau kemudian dalam kondisi seperti itu, kemudian dia ditemui oleh seorang ikhwan, yang ikhwan ini membawa mobil, dan dia sendirian. Namun dia secara dhohir dia dipercaya, amanah. Dia dipercaya amanah. Maka tidak mengapa, apabila benar-benar dipercaya. Karena dia dalam kondisi darurat.
Seperti darurat yang dialami oleh Ummu Salamah radhiyallahu ta'ala anha pada saat berhijrah. Ketika dia hendak melakukan hijrah ke Madinah, Ummu Salamah dipisah oleh keluarganya dari Abu Salamah. Akhirnya Abu Salamah berangkat terlebih dahulu, Ummu Salamah setahun kemudian. Setelah diijinkan oleh keluarganya berangkat. Tanpa ditemani mahram, tapi yang mengantarnya ini seorang yang amanah. Seorang yang amanah, dia tidak pernah sama sekali menoleh ke belakang melihat kepada Ummu Salamah dalam perjalanan.
Maka ini kondisinya darurat. Kondisinya darurat. Namun, yaitu hendaknya berusaha mencari solusi yang tidak menjadikan dia berada dalam posisi yang mengkhawatirkan tersebut. Yang namanya syaithon, dia bisa saja merubah hati yang baik menjadi buruk dalam kondisi-kondisi tertentu.
Sekarang ini alhamdulillah, mungkin bisa dilakukan dengan cara yang lain. Menghubungi dengan hp misalnya, kalau dia punya teman, sehingga ada yang menemaninya yang tidak mengharuskan dia berkhalwat. Namun kalau memang segala sesuatu itu sudah ditempuh dan tidak memungkinkan dalam kondisi seperti itu, maka tidak mengapa. Dengan syarat bahwa kita mengetahui ikhwan ini, yang membawa mobil tersebut amanah. Wallahu Ta'ala A'lamu bi Shawab.
Namun jangan kemudian seorang memudah-mudahkan, jangan memudah-mudahkan. Seorang lebih tahu kondisi yang dialami pada saat dia berada dalam perjalanan. Kalau memang sudah kondisinya darurat dan dia menghkawatirkan penderitaan yang dialami oleh keluarganya, maka tidak mengapa Insya Allahu Ta'ala.
Download Audio disini
Bismillah, ada titipan pertanyaan:
Ustadz ana mau tanya, bagaimana hukumnya tatkala safar bersama keluarga (anak-anak dan istri) qodarulloh di pertengahan jalan ban motornya kempes, di tempat itu sepi sekali dan jauh dari perkampungan penduduk dan kondisinya matahari lagi terik. Tidak berapa lama lewat ikhwan dengan mengendarai mobil kemudian berhenti dan menawarkan anak-anak dan istri ikhwan yang bermotor tadi untuk numpang di mobilnya. Dan ikhwan (suami) bermotor mengijinkan anak dan istri naik mobil sampai di tempat tujuan, dengan alasan darurat. Yang ana tanyakan bagaimana hukum seorang istri yang naik mobil bersama laki-laki bukan mahromnya. Juga bagaimana hukumnya suami yang mengijinkan istrinya ikut mobil bersama ikhwan dengan alasan darurat. Jazakumullohu khoiron katsiro dan semoga Alloh selalu menambah ilmu kepada antum (amin).
Abu Muhammad Samarinda.
Jawab:
Wa anta jazakumullahu khoir.
Asalnya seorang wanita tidak diperbolehkan melakukan perjalanan safar tanpa mahram, baik dekat maupun jauh. Demikian pula yang kedua, seorang wanita tidak diperbolehkan berkhalwat, bersepi-sepian dengan seorang lelaki yang bukan mahram.
لا يخلون رجل بامرأة إلا كان ثالثهما الشيطان
“Tidaklah seorang laki-laki berkhalwat dengan wanita kecuali pihak ketiganya adalah syaitan” (HR At Tirmidzi, 3/474; lihat Misykatul mashabih: 3188)
Maka ini asal hukumnya, tidak diperbolehkan. Namun dengan kondisi yang disebutkan, dimana dia tidak mampu melanjutkan perjalanannya, sementara dia membawa anak dan istri. Yang apabila istri dan anak tersebut dikhawatirkan akan mendapatkan kemudharatan dengan panas matahari yang menyengat dan tidak ada tempat perlindungan, misalnya. Dan sudah tidak ada cara yang lain, tidak ada solusin yang lain.
Adapun jika ada solusi yang lain, maka solusi tersebut ditempuh. Misalnya, kalau di dekat tersbut ada mungkin rumah, bisa singgah sebentar. Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala memberikan hidayah kepada pemilik rumah tersebut. Dan mau menjamu, meskipun sekedar mendapatkan tempat beristirahat, sekedar minum dan yang semisalnya.
Namun yang menjadi pembahasan kita, kalau sudah tidak ada lagi. Sementara dikhawatirkan akan memudharatkan istrinya demikian pula anaknya. Kalau kemudian dalam kondisi seperti itu, kemudian dia ditemui oleh seorang ikhwan, yang ikhwan ini membawa mobil, dan dia sendirian. Namun dia secara dhohir dia dipercaya, amanah. Dia dipercaya amanah. Maka tidak mengapa, apabila benar-benar dipercaya. Karena dia dalam kondisi darurat.
Seperti darurat yang dialami oleh Ummu Salamah radhiyallahu ta'ala anha pada saat berhijrah. Ketika dia hendak melakukan hijrah ke Madinah, Ummu Salamah dipisah oleh keluarganya dari Abu Salamah. Akhirnya Abu Salamah berangkat terlebih dahulu, Ummu Salamah setahun kemudian. Setelah diijinkan oleh keluarganya berangkat. Tanpa ditemani mahram, tapi yang mengantarnya ini seorang yang amanah. Seorang yang amanah, dia tidak pernah sama sekali menoleh ke belakang melihat kepada Ummu Salamah dalam perjalanan.
Maka ini kondisinya darurat. Kondisinya darurat. Namun, yaitu hendaknya berusaha mencari solusi yang tidak menjadikan dia berada dalam posisi yang mengkhawatirkan tersebut. Yang namanya syaithon, dia bisa saja merubah hati yang baik menjadi buruk dalam kondisi-kondisi tertentu.
Sekarang ini alhamdulillah, mungkin bisa dilakukan dengan cara yang lain. Menghubungi dengan hp misalnya, kalau dia punya teman, sehingga ada yang menemaninya yang tidak mengharuskan dia berkhalwat. Namun kalau memang segala sesuatu itu sudah ditempuh dan tidak memungkinkan dalam kondisi seperti itu, maka tidak mengapa. Dengan syarat bahwa kita mengetahui ikhwan ini, yang membawa mobil tersebut amanah. Wallahu Ta'ala A'lamu bi Shawab.
Namun jangan kemudian seorang memudah-mudahkan, jangan memudah-mudahkan. Seorang lebih tahu kondisi yang dialami pada saat dia berada dalam perjalanan. Kalau memang sudah kondisinya darurat dan dia menghkawatirkan penderitaan yang dialami oleh keluarganya, maka tidak mengapa Insya Allahu Ta'ala.
Download Audio disini