Apa hukum menceritakan keburukan yang sudah berlalu
Tanya:
Apa hukum menceritakan keburukan masa lalu kepada orang lain?
Jawab:
Oleh Al Ustadz Abu Muawiyah Askary hafizhahullah
Kalau tujuannya untuk mengambil 'ibrah dari keburukan masa lalu, yang tidak merusak kehormatan seseorang, dan bukan termasuk diantara hal yang wajib baginya untuk dia sembunyikan, maka tidak mengapa. Misalnya dia menceritakan, dahulu dia penyembah patung, saya dulu begini, saya dulu begitu, dia jelaskan tentang apa yang dialami di masa syiriknya, maka tidak mengapa yang demikian.
Atau dia dahulu seorang yang tidak mengerti tentang apa itu islam, tentang kebenaran islam, dia mengikuti siapa saja yang membawa keyakinan yang dia mengaku bahwa dia muslim. Dia ikut ahmadiyah, dia ikut syi'ah, dia ikut macam-macam. Dia menceritakan untuk dijadikan sebagai 'ibrah bagi yang lain, maka yang demikian tidak mengapa.
Namun kalau menyangkut dengan hal-hal yang dikhawatirkan merusak kehormatan seseorang, dari perbuatan-perbuatan fawahish, perbuatan yang tidak sepantasnya dilakukan oleh seorang. Maka dia hendaknya menyembunyikan, dan bertaubat kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Misalnya mungkin dia pernah melakukan fahisha, dia pernah berbuat zina atau yang semisalnya dari hal-hal yang malu untuk disebutkan, maka disembunyikan. Dia bertaubat kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala dengan taubat an nasuha.
Adapun hal-hal yang sifatnya aib bagi dia, dia memohon kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala untuk berusaha disembunyikan dan tidak menyebutkannya, tidak berbangga dengan perbuatan kemaksiatan yang dia lakukan tersebut. Wallahu ta'ala a'lam.
Download Audio disini
Apa hukum menceritakan keburukan masa lalu kepada orang lain?
Jawab:
Oleh Al Ustadz Abu Muawiyah Askary hafizhahullah
Kalau tujuannya untuk mengambil 'ibrah dari keburukan masa lalu, yang tidak merusak kehormatan seseorang, dan bukan termasuk diantara hal yang wajib baginya untuk dia sembunyikan, maka tidak mengapa. Misalnya dia menceritakan, dahulu dia penyembah patung, saya dulu begini, saya dulu begitu, dia jelaskan tentang apa yang dialami di masa syiriknya, maka tidak mengapa yang demikian.
Atau dia dahulu seorang yang tidak mengerti tentang apa itu islam, tentang kebenaran islam, dia mengikuti siapa saja yang membawa keyakinan yang dia mengaku bahwa dia muslim. Dia ikut ahmadiyah, dia ikut syi'ah, dia ikut macam-macam. Dia menceritakan untuk dijadikan sebagai 'ibrah bagi yang lain, maka yang demikian tidak mengapa.
Namun kalau menyangkut dengan hal-hal yang dikhawatirkan merusak kehormatan seseorang, dari perbuatan-perbuatan fawahish, perbuatan yang tidak sepantasnya dilakukan oleh seorang. Maka dia hendaknya menyembunyikan, dan bertaubat kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Misalnya mungkin dia pernah melakukan fahisha, dia pernah berbuat zina atau yang semisalnya dari hal-hal yang malu untuk disebutkan, maka disembunyikan. Dia bertaubat kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala dengan taubat an nasuha.
Adapun hal-hal yang sifatnya aib bagi dia, dia memohon kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala untuk berusaha disembunyikan dan tidak menyebutkannya, tidak berbangga dengan perbuatan kemaksiatan yang dia lakukan tersebut. Wallahu ta'ala a'lam.
Download Audio disini