[FATWA PILIHAN IBADAH JUM'AT - 7] Jika khatib salah dalam khutbahnya, apakah yang mendengarkan harus membenarkan
FATWA PILIHAN SEPUTAR IBADAH JUM’AT BAGIAN-7
ASY SYAIKH MUHAMMAD BIN SHALIH AL-UTSAIMIN RAHIMAHULLAH
Tanya:
Apabila khatib salah dalam khutbahnya, apakah yang mendengarkan harus membenarkannya?
Jawab:
Apabila khatib salah dalam khutbahnya, dengan kesalahan yang merubah makna, khususnya dalam Al-Qur’an, sesungguhnya yang wajib baginya untuk mengingatkannya, karena tidak boleh merubah Kalamullah ‘Azza wa Jalla kepada sesuatu yang bisa merubah maknanya, sehingga tidak boleh mendiamkan kesalahan ini dan hendaknya mengingatkan khatib.
Adapun apabila kesalahannya pada ucapannya, demikian pula hendaknya diingatkan. Contohnya, apabila khatib hendak mengucapkan, “hal ini haram”, ternyata ia mengucapkan “hal ini wajib”, maka wajib untuk membenarkannya. Karena seandainya khatib tetap berada pada perkataannya, “hal ini wajib’’, dalam hal ini ada bentuk penyesatan kepada manusia, sehingga tidak boleh untuk mendiamkan khatib pada perkataanynya yang menyebabkan kesesatan manusia.
Adapun kesalahan yang ringan yang tidak sampai merubah makna, tidak wajib untuk mengingatkannya. Contohnya, seperti membaca rafa’ pada kata yang manshub, atau membaca nashab pada kata yang rafa’, dari sisi yang tidak merubah makna, maka tidak wajib untuk mengingatkannya, sama saja apakah kesalahan ini dalam Al-Qur’an ataupun selain Al-Qur’an.
Sumber:
Majmu’ Fatawa wa Rasa-il asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin 16/149
Alih bahasa:
Abdulaziz Bantul
Ma’had Ibnul Qoyyim, Balikpapan
ASY SYAIKH MUHAMMAD BIN SHALIH AL-UTSAIMIN RAHIMAHULLAH
Tanya:
Apabila khatib salah dalam khutbahnya, apakah yang mendengarkan harus membenarkannya?
Jawab:
Apabila khatib salah dalam khutbahnya, dengan kesalahan yang merubah makna, khususnya dalam Al-Qur’an, sesungguhnya yang wajib baginya untuk mengingatkannya, karena tidak boleh merubah Kalamullah ‘Azza wa Jalla kepada sesuatu yang bisa merubah maknanya, sehingga tidak boleh mendiamkan kesalahan ini dan hendaknya mengingatkan khatib.
Adapun apabila kesalahannya pada ucapannya, demikian pula hendaknya diingatkan. Contohnya, apabila khatib hendak mengucapkan, “hal ini haram”, ternyata ia mengucapkan “hal ini wajib”, maka wajib untuk membenarkannya. Karena seandainya khatib tetap berada pada perkataannya, “hal ini wajib’’, dalam hal ini ada bentuk penyesatan kepada manusia, sehingga tidak boleh untuk mendiamkan khatib pada perkataanynya yang menyebabkan kesesatan manusia.
Adapun kesalahan yang ringan yang tidak sampai merubah makna, tidak wajib untuk mengingatkannya. Contohnya, seperti membaca rafa’ pada kata yang manshub, atau membaca nashab pada kata yang rafa’, dari sisi yang tidak merubah makna, maka tidak wajib untuk mengingatkannya, sama saja apakah kesalahan ini dalam Al-Qur’an ataupun selain Al-Qur’an.
Sumber:
Majmu’ Fatawa wa Rasa-il asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin 16/149
Alih bahasa:
Abdulaziz Bantul
Ma’had Ibnul Qoyyim, Balikpapan