Apakah orang yang tidak mengerjakan sunnah berarti dia membenci sunnah
TANYA JAWAB DAURAH BALIKPAPAN
Tanya:
Kalau seseorang tidak mengerjakan sunnah, apakah dia membenci sunnah?
Jawab:
Oleh Ustadz Muhammad Umar As Sewed hafizhahullah
Belum tentu, belum tentu. Tetapi kata para ulama, seperti dinukil dalam kitab Dhorurotul Ihtimam Bissunnanin Nabawiyyah oleh Asy Syaikh Doktor Abdussalam bin Barjas Ali 'Abdil Karim disebutkan disana nukilan-nukilan para ulama yang hampir semuanya sama. Menyatakan kalau dia tidak mengerjakannya terus-menerus, maka bisa jadi ada pertanyaan? Jangan-jangan dia tidak suka sama sunnah. Sunnah itu tidak wajib, dikerjakan dapat pahala, tidak dikerjakan tidak apa-apa. Tetapi kalau tidak dikerjakannya terus-menerus, muncul pertanyaa.
"Kenapa?"
"Kamu tidak suka?"
Iya kan? Ini kata para ulama, berbeda hukumnya orang yang tidak mengerjakan sesekali dan pernah mengerjakan sesekali, ini tidak apa-apa, wajar. Tapi kalau tidak mengerjakan terus-menerus, ini yang dipertanyakan, jangan-jangan memang dia tidak suka.
"Lho saya suka!"
"Buktinya apa? Sekalipun kamu tidak pernah kerjakan"
Lihat ikhwani fiddin a'azakumullah, cara berpikirnya para ulama. Kamu sekalipun tidak mengerjakan, darimana kamu tahu, darimana kita yakin kalau kamu itu suka?
Siapa yang tidak suka dengan sunnahku, bukan golonganku (Dikeluarkan oleh 2-syaikh, yakni Imam Bukhary dan Imam Muslim).
Thayyib, sehingga ikhwani fiddin a'azakumullah, meninggalkan yang tidak wajib sesekali tidak apa-apa. Tapi kalau meninggalkan terus-menerus, ini yang jadi masalah.
"Kenapa kamu?"
"Tidak suka kamu?"
"Atau sudah merasa cukup pahalanya? Masya Allah, sudah hebat pahalanya, sudah banyak?"
Sebagaimana shalat-shalat sunnah, nanti akan disebutkan dalam riwayat nanti akan ditanya pertama kali shalat. Lihat shalat-shalat wajibnya, kalau tammam, akan dicatat tammam. Kalau naqosho minha syai'un, kalau kurang sempurna, maka akan ditanya lihat shalat-shalat sunnahnya. Kalau ada shalat-shalat sunnahnya, maka dilengkapi kekurangan shalat wajibnya dari shalat-shalat sunnahnya. Thayyib, pertanyaannya sekarang. Mereka yang tidak pernah sama sekali mengerjakan shalat-shalat sunnah, apakah dia sudah sempurna shalatnya? Yakin shalat-shalat wajibnya sempurna? Kalau yakin berarti dia sombong, sombong kalau dia mengatakan saya sempurna sudah cukup, tidak butuh ditambal dengan shalat-shalat sunnah.
Sehingga ikhwani fiddin a'azakumullah, para ulama membedakan antara keduanya. Orang yang tidak mengerjakan sesekali karena itu adalah tidak wajib, tidak apa-apa. Tetapi kalau dia meninggalkan terus-menerus, ini jadi pertanyaan, na'am.
Download Audio disini
Belum tentu, belum tentu. Tetapi kata para ulama, seperti dinukil dalam kitab Dhorurotul Ihtimam Bissunnanin Nabawiyyah oleh Asy Syaikh Doktor Abdussalam bin Barjas Ali 'Abdil Karim disebutkan disana nukilan-nukilan para ulama yang hampir semuanya sama. Menyatakan kalau dia tidak mengerjakannya terus-menerus, maka bisa jadi ada pertanyaan? Jangan-jangan dia tidak suka sama sunnah. Sunnah itu tidak wajib, dikerjakan dapat pahala, tidak dikerjakan tidak apa-apa. Tetapi kalau tidak dikerjakannya terus-menerus, muncul pertanyaa.
"Kenapa?"
"Kamu tidak suka?"
Iya kan? Ini kata para ulama, berbeda hukumnya orang yang tidak mengerjakan sesekali dan pernah mengerjakan sesekali, ini tidak apa-apa, wajar. Tapi kalau tidak mengerjakan terus-menerus, ini yang dipertanyakan, jangan-jangan memang dia tidak suka.
"Lho saya suka!"
"Buktinya apa? Sekalipun kamu tidak pernah kerjakan"
Lihat ikhwani fiddin a'azakumullah, cara berpikirnya para ulama. Kamu sekalipun tidak mengerjakan, darimana kamu tahu, darimana kita yakin kalau kamu itu suka?
فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي
Siapa yang tidak suka dengan sunnahku, bukan golonganku (Dikeluarkan oleh 2-syaikh, yakni Imam Bukhary dan Imam Muslim).
Thayyib, sehingga ikhwani fiddin a'azakumullah, meninggalkan yang tidak wajib sesekali tidak apa-apa. Tapi kalau meninggalkan terus-menerus, ini yang jadi masalah.
"Kenapa kamu?"
"Tidak suka kamu?"
"Atau sudah merasa cukup pahalanya? Masya Allah, sudah hebat pahalanya, sudah banyak?"
Sebagaimana shalat-shalat sunnah, nanti akan disebutkan dalam riwayat nanti akan ditanya pertama kali shalat. Lihat shalat-shalat wajibnya, kalau tammam, akan dicatat tammam. Kalau naqosho minha syai'un, kalau kurang sempurna, maka akan ditanya lihat shalat-shalat sunnahnya. Kalau ada shalat-shalat sunnahnya, maka dilengkapi kekurangan shalat wajibnya dari shalat-shalat sunnahnya. Thayyib, pertanyaannya sekarang. Mereka yang tidak pernah sama sekali mengerjakan shalat-shalat sunnah, apakah dia sudah sempurna shalatnya? Yakin shalat-shalat wajibnya sempurna? Kalau yakin berarti dia sombong, sombong kalau dia mengatakan saya sempurna sudah cukup, tidak butuh ditambal dengan shalat-shalat sunnah.
Sehingga ikhwani fiddin a'azakumullah, para ulama membedakan antara keduanya. Orang yang tidak mengerjakan sesekali karena itu adalah tidak wajib, tidak apa-apa. Tetapi kalau dia meninggalkan terus-menerus, ini jadi pertanyaan, na'am.
Download Audio disini