Header Ads

Shalat di atas kendaraan tidak menghadap kiblat

Tanya:
Shalat di atas kendaraan, tidak memungkinkan menghadap kiblat?

Jawab:
Oleh Al Ustadz Abu Abdillah Luqman Ba'abduh hafizhahullah

Kalau memungkinkan mengarah ke kiblat, maka tetap mengarah ke kiblat. Seperti misalnya kereta api, itu sangat mudah sekali kita mengetahui mana arah kiblat.
"Nanti kan belok ustadz?"

Ya terserah sudah, kalau sudah belok. Yang penting kita berupaya.
"Oh ini sekarang kereta sedang menghadap ke timur, maka kiblatnya sebelah barat kalau Indonesia"
"Oh sekarang kereta sedang berjalan ke arah selatan, berarti kiblatnya sebelah kanannya"

Menghadap ke kiblat (kemudian shalat, -red). Permisi, minta izin. Insya Allah diizinkan. Lha wong orang mau merokok, mina izin saja diizinkan koq. Bayangkan antum, sekarang di bus-bus itu ada ruangan khusus smoking area. Disiapkan khusus, kenapa? Karena pihak pemilik bus tidak ingin rugi. Tidak ingin ada penumpang yang perokok tidak mau naik gara-gara dilarang merokok. Akhirnya disiapkan tempat khusus untuk merokok. Bayangkan! Kenapa tidak bisa menyiapkan tempat khusus untuk shalat? Padahal itu lebih penting daripada merokok. Ya bukan lebih penting, memang tidak bisa dibandingkan, tidak boleh dibandingkan.

Paham ya ikhwan? Berupaya di kereta, shalat menghadap kiblat. Pesawat, juga tidak sulit. Di pesawat itu dibantu, di kursi ada alat yang menunjukkan dimana arah barat, dimana kiblat, ditunjukkan (GPS, -red), lebih enak lagi.

Atau kita, kalau naik bus, diperkirakan. Dari sini mau berangkat ke Jogja, berangkat misalkan jam sembilan malam, sampai Jogja otomatis kurang lebih jam enam/jam tujuh pagi. Kalau jam enam, jam tujuh pagi itu sudah terbit matahari. Ya jangan beli tiket Jogja, beli tiketnya Solo. Sampai Solo sekitar setengah lima, jam lima masih nututi shalat subuh.
"Lho nanti repot"

Masya Allah, bus sak banyak-banyaknya. Mau memilih yang kuning apakah yang hijau busnya, banyak bus. Jogja Solo itu luar biasa banyak sekarang. Barakalahufiik, banyak bus alhamdulillah jam berapa saja di Indonesia ini tidak pernah kekurangan bus, alhamdulilah. Beli tiketnya Jogja, diperkirakan seorang itu.
"Lha mosok sampai begitu?"

Lha iya, lha kamu kalau berangkat kadang-kadang membawa satu bungkus nasi kan tadi, persiapan kalau lapar. Bayangkan! Untuk kepentingan fisiknya, dia siap-siap. Untuk kepentingan imannya, dan ibadahnya tidak siap-siap. Hakadza barakallahufiik! Siapkan dari rumah.
"Oh ana kalau berangkat bus yang jam sekian tidak nututi"
"Oh ndak ustadz, ingin langsung"

Kalau langsung ikut bus yang setelah maghrib itu, jangan yang jam sembilan malam. Sampai Jogja, pagi masih setengah lima, jam lima. Begitu caranya, seorang

فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ
"Bertakwalah kalian kepada Allah semaksimal kemampuan kalian" (QS At-Taghabun: 16)

Maksimalkan, takwa itu dimaksimalkan, jangan dientengkan, fahimtum ya ikhwan? Itu jawabannya.

Download Audio disini
Diberdayakan oleh Blogger.